Senin, 17 Oktober 2011

CINTAI PRODUK INDONESIA BERSAMA KEDIRI AYAM FARM (KAF)

Sebagai bangsa yang kaya akan flora faunanya, tentu sangat memprihatinkan apabila justru fauna dan flora asing yang menjadi “trendsetter” di negeri ini. Khususnya bidang unggas, dimana euphoria ayam Bangkok, ayam serama dari Malaysia serta ayam-ayam dari berbagai penjuru dunia lainnya terus menyelimuti negeri ini. Jenis ayam tersebut yang lebih popular di negeri ini. Tak perlu seorang hobbies untuk menyebutkan ayam Bangkok misalnya, seorang awam yang tak tahu-menahu tentang ayam pun bisa berbicara tentangnya. Sungguh popular sekali ayam-ayam ini. Lalu bisakah mereka menyebutkan ayam asli dari Indonesia?
            Kita harus optimis bahwa siapa saja “bisa” menyebutkan ayam-ayam asli Indonesia. Setidaknya bisa menyebutkan ayam kampung/ayam jawa dari Indonesia. Namun yang menjadi permasalahan adalah seberapa kuat “Branding” ayam jawa jika dibandingkan dengan ayam-ayam lainnya. Apakah kita akan menandingi ayam “Petarung” dari Bangkok dengan ayam konsumsi dari jawa? Jika hanya masalah konsumsi tentu tidak hanya ayam dari jawa saja yang bisa melakukannya, seekor ayam Bangkok petarung tangguh pun tak kalah enak rasa dagingnya. Bahkan lebih bergengsi jika bisa mengkonsumsi daging ayam Bangkok yang berlabel juara.
             Sebenarnya kita telah memiliki ayam pelung yang terkenal dengan panjang suara kokoknya. Ayam ini sempat menjadi primadona di kalangan pecinta unggas. Namun seiring dengan berjalannya waktu, gaung ayam pelung memudar. Bukan karena keunikannya yang pudar, tapi kejenuhan masyarakat akan jenis suaranya yang kurang bervariasi. Dengan pudarnya ayam pelung, maka nyaris tidak ada produk ayam lokal yang bisa berbicara banyak di negeri ini. Pecinta unggas masih berkutat dengan ayam Bangkok dan ayam serama dari Malaysia.
Awal pertengahan tahun 2010, mulai muncul seekor ayam asli Indonesia yang menyedot perhatian masyarakat. Ayam asli Sidrap Sulawesi Selatan yang memiliki keunikan dari suaranya. Ayam ini berkokok layaknya suara orang ketawa, sehingga ayam ini popular dengan nama Ayam Ketawa. Dari sejarahnya, Ayam Ketawa merupakan peliharaan kesayangan para Raja dan Bangsawan Kerajaan Bugis. Ini merupakan simbol kebesaran raja–raja bugis jaman dahulu. Secara umum bentuk dan ukuran hampir sama dengan ayam biasa, hanya suara kokok saja yang membedakannya. Apabila di eja kurang lebih suara kokok Ayam Ketawa adalah “ku-kru-khu-kha-kha-kha-kha-kha-kha….-kuk-kuuk-kuuuk”. Ayam ini konon juga dipercaya dapat membawa rejeki bagi pemiliknya. Dengan naiknya popularitas ayam ketawa, peternak lokal semakin getol menangkarkan dan meningkatkan kualitas kokok dari ayam ketawa. Suara-suara baru yang lebih merdu terus bermunculan, sehingga tingkat kebosanan bisa diminimalkan, terlebih lagi dengan munculnya kontes-kontes ayam ketawa di berbagai daerah yang menambah “greget” untuk melestarikannya.
Melihat perkembangan dari ayam ketawa yang pesat, maka bisa jadi inilah momentum untuk mengembalikan kejayaan produk ayam dalam negeri. Kesempatan untuk terus mengembangkannya masih terbuka luas. Semua pihak bisa berpartisipasi untuk melestarikan ayam ketawa agar kelak ayam kita tidak lagi menjadi tamu di negeri sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar